Sejarah Terorisme di Indonesia

Keberadaan jaringan teroris di indonesia tak lepas dari peran intelligent. 1978 dikeluarkan TAP MPR terkait penerapan P4, azas tunggal Pancasila. Sehingga tidak dibenarkan lagi keberadaan ideologi Komunis dan Islam yang juga punya sumbangsih dalam kemerdekaan Indonesia.

BAKIN (Badan Koordinasi Intelejen Negara) lantas mengondisikan agar penerapan ideologi ini berjalan sukses. Maka BAKIN membuat "false flag", rekayasa. Diciptakanlah musuh-musuh ideologis palsu bagi negara yang sebenarnya adalah boneka intelejen. Tujuannya satu, agar tercipta persepsi publik bahwa ideologi selain Pancasila itu jahat.

1984, terjadi peristiwa pilu, pelanggaran HAM berat yang dilakukan aparat negara, yakni dibantainya masyarakat sipil Tanjung Priok oleh ABRI.

Ketika itu ustad lokal di Tanjung Priok, Amir Biki, dianggap menyebarkan ajaran yang menentang pemerintah. Maka Amir Biki dan ratusan pengikutnya dibantai dengan sadis, ditembaki senapan otomatis lalu jenazahnya dilindas dengan tank-tank tentara, sebelum diangkut ke truk-truk pembuangan. Perempuan-perempuan disana ditangkap dan diperkosa.

1985 dibuatlah "false flag" pertama, yakni Bom Borobudur. Rekayasa ini dibuat agar masyarakat yakin bahwa ancaman ideologis itu nyata dan berbahaya.

Menurut investigasi jurnalis Australia yang dipublikasikan di film dokumenter "Inside Indonesia's war on terror" tahun 2005, bom borobudur itu murni buatan aparat kepolisian. Pemuda-pemuda yang punya semangat jihad diprovokasi dan dikumpulkan di Borobudur. Tiba-tiba ada bom meledak. Tiba-tiba datang polisi menangkapi pemuda-pemuda tersebut. Pemuda-pemuda tersebut lantas dipaksa mengaku kalau mereka berasal dari Komji (Komando Jihad).

Dalam investigasi tersebut, Presiden Indonesia ke-4, KH. Abdurrachman Wahid mengatakan sebuah kalimat kontroversi dalam wawancaranya dengan jurnalis Australia, "teror di Indonesia itu nggak ada. Itu bikinan polisi kita sendiri". Bahkan termuat juga video dengan kamera tersembunyi Kapolri Dai Bachtiar tertawa-tawa soal dana penanggulangan teror yang mereka minta dari Amerika Serikat.

Sementara itu, terjadi perpecahan di kubu "musuh ideologis" yang sebenarnya.

1979-89 terjadi perang dingin antara 2US, United State dan Uni Sovyet yang terjadi di Afganistan. Kelompok islam fundamental islam dari Indonesia lantas mengirimkan pasukan ke afganistan, supaya mereka terlatih melakukan peperangan, dan pengalaman itu akan sangat dibutuhkan untuk berperang di NKRI kelak.

Sepulangnya ke Indonesia, para milisi ini gerah dengan perjuangan Islam. Kok tidak ada konfrontasi? 1993 - Lantas Abu Bakar Baasyir dan Abdullah Sungkar membentuk "JI".

Ponpes Ngruki di Solo lantas dijadikan basis JI (Jemaah Islamiyah) untuk membentuk kader-kader militan. Mereka bukan cuma diajari agama, tapi diajari juga seni bela diri dengan senjata (samurai).

JI juga membentuk jaringan Asia Tenggara yang beranggotakan jamaah dari Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Brunei. Mereka punya orientasi geo-politik untuk menguasai Laut Cina Selatan.

JI memang menghendaki perang di Indonesiia. Tapi perlu dicatat, JI TIDAK mengajarkan teror bom, apalagi bunuh diri.

JI berafiliasi dengan Al Qaeda Iraq dan Afghanistan. Pada 2001 Al Qaeda mulai menyerang Amerika dan terjadilah peristiwa WTC.

Resonansi ini bergaung sampai ke Indonesia. JI-pun akhirnya terlibat dalam aksi-aksi teror. Teror yang terbesar diantaranya adalah bom bali di tahun 2002.

Seperti halnya pada konspirasi WTC dimana Al Qaeda membajak pesawat lalu menyerang WTC, namun pihak AS memasang bom di WTC. Bom balipun demikian. Oknum JI memasang bom kecil, namun terjadi ledakan besar...

Sejak itu aksi teror bermunculan dimana mana. Dari mulai bom buku Semanggi, bom gereja, bom kantor polisi, hingga bom mesjid. Periode 2003-2017 saya kurang begitu mengikuti berita perkembangan jaringan terorisme yang terlibat. Apakah seluruhnya berafiliasi pada JI atau tidak.

Tapi pada 2018 dimulailah era baru, yakni eranya afiliasi ISIS. Ketika itu pimpinan ISIS menyerukan jihad fardhu 'ain kepada seluruh ummat yang telah berbaiat pada ISIS. Dan jihad tidak lagi harus dilakukan dengan berhijrah ke Syria. Maka sejak 2018 sentral sasaran tembak densus 88 adalah kelompok yang terafiliasi dengan ISIS, bukan lagi JI.

ChikYen...

Komentar