Masih Mau Melarang Golput?

Tanggal 17 april 2019 silam saya mendeklarasikan sikap Golput melalui sebuah tulisan. Saya katakan bahwa saya benar benar tidak ridha pada Demokrasi. Karena banyak faktor. Betapa banyak sekali madharat yang ditimbulkan dari sistem celaka ini... Dan saya belum satu kalipun mendapat jawaban yang memuaskan soal "kenapa harus mencoblos". Alasannya pendek semua. Ketika ditanya lebih jauh, rata2 yang saya tanyai tidak menjawab lagi. 

Beberapa kawan masih mencoba melobi saya. Bahkan sebagian ada yang "nyinyir" dengan sikap saya. Masih banyak yang berbantahan "saya tidak setuju dengan pandangan tsb. Menurut saya itu salah". Tapi ditanya salahnya dimana, tidak berani juga menunjukkan. 

Kita bedah alasan orang mewajibkan ikut pemilu. 

1. Mencegah madharat yang lebih besar. 

Saya tanya. Siapa yang madharatnya lebih besar jika berkuasa? Apakah seluruh Indonesia bisa punya jawaban yang sama soal ini? Bagaimana kalau pilihan anda sendirilah yang ternyata punya madharat lebih besar? Tapi anda tidak tahu. 

4 hari sebelum pemilu muncul film yang menghebohkan, "sexy killers". Anda harus buka mata anda, mana mana juga Sami mawon. Bedanya, yang satu "Pelicin mafia", yang satunya "Mafianya". Pilih saja mana yang lebih buruk dampaknya. 

2. Ikhtiar mencari pemimpin terbaik

Lagi2, siapa yang lebih baik diantara keduanya? Beri saya analisis SWOT! Dan bisakah satu Indonesia sepakat pada soal "siapa yang lebih baik"? Dan bagaimana jika ternyata pilihanmu tidak lebih baik? 

Dari dua alasan itu, saya tidak mendapatkan apa urgensi mencoblos. Toh ketika saya tidak memberikan suara juga mereka tetap berkuasa kan? Antara 01 maupun 02. 50% lebih orang Golput saja tetap saja mereka berkuasa kan? Lalu apa salahnya tidak memberikan suara? 

3. Ulama berkata Golput haram! Taati Ulama! 

Saya tanya kaidah fiqihnya bagaimana itu sampai muncul fatwa haram Golput? 

Padahal sebagian dari mereka sendiri meyakini pemilu itu ibarat makan babi, haram.

Dalam kaidah fiqih, jika kamu terancam mati dan hanya ada babi untuk kamu bertahan hidup, maka kamu boleh mencicipi babi tersebut. Untuk bertahan hidup. Karena mempertahankan hidup sendiri merupakan sebuah amanah yang besar... 

Tapi apakah babi tersebut jadi halal? Oh tidak! Haram tetap haram! 

Tapi dalam kondisi kritis, Allah Maha Mengetahui jika hamba-Nya sedang kesusahan. Allah Maha Pemaaf jika hamba-Nya "terpaksa" harus makan makanan haram demi mempertahankan hidup. Jadi, status haram babi itu TIDAK AKAN PERNAH jadi halal dengan kondisi apapun! 

Dan yang menjadi catatan, jika makan babi harus kamu tempuh, makan secukupnya saja! Yang penting sampai ususmu tidak lagi melilit karena tidak ada makanan yang bisa dia giling.. 

Tapi apa yang terjadi? Anda malah makan babi tersebut dengan sangat lahap. Tidak tersisa satu remah-pun dari babi tersebut. Malah anda pengen minta tambah dan tambah terus sampai perut anda buncit. Sampai usus anda lelah menggiling makanan haram tersebut. Benar2 kelewatan... 

Lalu sudah begitu anda paksa juga semua orang makan babi. Bahkan berkata "siapa saja yang tidak mau makan babi ini, dia berdosa". Maaf, itu logika hukum darimana? Cacat benar. Kembali ke contoh kasus diatas. Di saat kamu tidak temukan makanan lain selain babi, tapi kamu tetap memilih tidak mau makanan haram, apakah itu sebuah perbuatan dosa? Orang ini berprinsip "Lebih baik mati kelaparan daripada makan makanan haram. Aku lebih takut adzab Allah di neraka". Itu tidak masalah juga... Yang jadi masalah, ketika masih ada makanan halal, tapi anda tetap saja pengen si babi itu. Lalu anda sembunyikan semua makanan halal tadi dan berkata pada manusia "nih cuma ada babi. Makan ya! Jangan sampai engga! Sayang nih sudah dihidangkan". 

Benar saja, ternyata orang2 yang memakai fatwa agama untuk keperluan "Makan babi" Ini jauh lebih "norak" daripada mereka2 yang sudah biasa berdemokrasi, yang mereka katakan "makan babi" tadi. Orang2 tadi tidak siap kalah. Kalau takut kalah mah ya ngapain ikut Demokrasi? Kekalahan itu konsekuensi logis dari sebuah kompetisi/pertarungan.

4. Demokrasi adalah bentuk partisipasi kita dalam menentukan arah negara. 

Ini statement yang cukup absurd. 

Munculnya nama 01 dan 02 saja sama sekali bukan merupakan kehendak rakyat. Itu arogansi elit. Kalau mereka berkuasa rakyat ya cuma rakyat. Gabisa menentukan apa-apa. 

Apalagi? 

Sebutkan saja. Tidak usah malu. 

... 

Pemilu sudah terjadi.

"Pesta" Benar benar sudah terlaksana. 

Pesta semacam apa itu yang anda ikuti? 

1. Sepanjang mempersiapkan pesta, anda cekcok berkepanjangan tak berkesudahan. Caci maki. Tebar permusuhan dan kebencian. Saling menakut nakuti. Bahkan ada yang sampai kontak fisik dan benar2 meninggal dunia. Anda juga selalu sibuk menghujat para "EO" pesta. Mulai soal kecurigaan DPT ganda. Dugaan pemalsuan eKTP. WNA punya eKTP. Kotak kardus. Suara sudah tercoblos. Dll. Semakin dekat dengan hari-H pesta, wajah Anda sudah semakin kumal, urat2 Anda sudah seperti mau putus, mata sudah berurat karena sering melotot. Pita suara hampir pecah. Kantung mata menghitam. 

2. Saat pesta berlangsung, anda saling curiga satu sama lain. Sudah bersiap pasti dicurangi. 

3. Saat usai pesta? Urat anda benar benar hampir putus. Mata anda sudah terbelalak mau lepas dari tempatnya. Sehari2 anda sibuk dengan kecurigaan yang tengah dilakukan penyelenggara pesta. 

Kesadaran mulai hilang. Mulai muncul halusinasi akan kemenangan. Benar saja ada yang berhalusinasi sampai merayakan kemenangan 3x. Dan kebencian diantara anda semakin besar selepas pesta ini. 

Bahkan penyelenggara pesta juga sudah persiapkan rumah sakit jiwa untuk orang orang yang mentalnya terganggu pasca ikut pesta ini.... 

Ayo katakan, pesta semacam apa itu yang anda ikuti? 

Ngeri benar... 

Siapa yang undang anda menghadiri pesta se-ngeri itu? 

Setahu saya, yang punya selera pesta se-ngeri itu ya cuman iblis. Tidak ada yang lain! Mereka suka dengan pertumpahan darah. Perpecahan. Dan mereka akan buat para peseta pesta hilang kesadaran. 

Anda yakin nih hadir di pesta semacam itu?? 

Saya berteriak teriak "tinggalkan Demokrasi", karena Demokrasi ini benar benar ngeri. Tapi anda abai. Suara suara saya bagaikan angin lalu.. Ya! Saya tidak pantas untuk anda dengarkan. Saya hanya orang yang DO dari Perguruan tinggi. Bukan sarjana politik, bukan sarjana hukum, bukan sarjana agama, bukan sarjana ekonomi, tidak pula punya kekerabatan dengan orang di level birokrasi. Maka pernyataan punya label "pasti salah, keliru", apalagi orang2 yang menurut anda lebih pantas untuk dipercayai berkata Demokrasi itu jalan terbaik . Pemilu itu wajib. Makin saja anda punya dalil konkrit untuk mencibir saya tentunya... 

Silakan, saya tidak akan memaksa anda untuk mendengarkan saya. Dan saya tidak akan mencibir anda jika suatu hari nanti anda merasa bahwa Demokrasi ini benar benar bathil. Ya, anda dianugerahi akal dan hati. Dan anda diberikan telinga untuk mendengar, mata untuk melihat. Pergunakanlah semuanya dengan baik... 

Dan satu hal yang paling membuat sedih... 

Anda bisa saksikan sendiri, 

Hingga semalam, tercatat ada 91 orang panitia KPPS dinyatakan tewas karena kelelahan menghitung suara. 

Ini baru pertama kali terjadi dalam sejarah bangsa kita. Saya tidak tahu apakah di luar negeri juga terjadi kasus begini?? 

Heran, 

Se-ngeri itukah pekerjaan menjadi panitia pemilu? Padahal jadi panitia pemilu tidak terancam terlindas alat berat, jatuh dari ketinggian, terkena zat kimia berbahaya. Tapi buktinya banyak sekali yang meninggal dunia... Dan lebih sedih lagi tidak ada asuransi jaminan keselamatan kerja bagi panitia pemilu. 

Bagaimana sih KPU menganalisis beban kerja panitia pemilu ini? Sampai over-load begitu. Benar benar dzalim! 

Awas saja kalau KPU sampai berkata,

"91 itu sedikit. Panitia KPPS itu ada sekitar 6 juta. Artinya yang meninggal (hanya) satu dari 60ribuan. Itu jelas sedikit sekali"... 

Jika itu terjadi, mereka akan menjadi musuh kemanusiaan yang sangat serius. 



Sampai titik ini, CUKUP!!! 

Anda yang kemarin berkata, 

"Hey, pesta sudah dipersiapkan, hidangan sudah tersedia, dan sekarang kamu tidak mau hadir ke pesta bahkan melarang orang ikut pesta? Parah bener..."

Sekarang, setelah menyaksikan banyaknya yang tewas karena menyiapkan "pesta gila" ini, anda masih mau menghardik saya? 

Celaka benar demokrasi ini! 

Tidak penting siapa yang menang. Siapa yang berkuasa. Mereka hanya akan pentingkan dirinya. Dan di akhirat nanti mereka akan berlepas diri dari kita. 

Tapi anda? 

Anda mati matian membela orang yang tidak anda kenal. Tidak punya satu ikatan bersama dengan anda. Sampai sampai anda putus silaturahim dngan orang orang yang nyata berinteraksi dengan anda sehari hari... 

Coba, setelah ini, 

Bagaimana cara merajut kembali persaudaraan diantara kita setelah dikoyak koyak iblis melalui Demokrasi? 

Itu yang nyata nyata menjadi tanggung jawab anda! 

Jadi, 

Masih mau melarang saya Golput? 

Semoga Allah tidak tutup mata, pendengaran dan hati anda. 

ChikYen

#IST

...

Ditulis oleh : Tejay Souza

Tanggal penulisan : 23 April 2019

Komentar