Ketika Ulama "Dibeli" ; Disadur dari Kisah Karno dan Karto

Saya selalu ingat cerita ini,

Dan akan selalu saya ungkit setiap ada orang orang mengatasnamakan agama hendak aneh aneh.

Dahulu, sekitar tahun 1950-1960an.

Terdapat seseorang yang paling kesohor di negeri ini. Beliau katanya adalah manusia paling berjasa di bumi pertiwi. Orang bilang dia membebaskan pribumi dari penjajahan tak berhujung, padahal kita dapati bahwa dirinya adalah orang paling pengecut yang berani melego negara dan rakyat demi keselamatan diri dan kekuasaannya. Pria yang orasinya sangat dikagumi orang, padahal kalau saya nonton video pidatonya itu berulang-ulangpun, saya bingung "dimana letak kerennya"?

Saya pikir orang-orang mengatakan orasi si bapak itu keren ya cuman lantaran karena buku-buku, guru-guru, dan satu paket manusia pendahulu yang mengatakan orasi si bapak keren. Bukan karena mereka secara obyektif berkata pidato si bapak keren.

Apa yang terjadi saat itu?

Kala itu sedang ramai konflik ideologi. Nasionalis-agamis-komunis (Nasakom). Mereka dengan ideologinya saling tumpahkan darah. Saling serang. Saling berdiplomatis.

Kali ini fokus saya adalah Islam vs Nasionalis. Konon, pada saat itu rakyat tengah galau, antara memilih NII atau NKRI. Toh saat itu NII berani menawarkan kedaulatan dibawah payung hukum islam. Walau memang lokasinya terpencil di kampung. Sedangkan Republik sudah meludahi Syariat Islam sejak 1 hari pasca kemerdekaannya dengan menghapuskan 7 kata pada sila 1 preambule UUD 45. Maka topik "ulil amri" alias pemimpinnya ummat islam menjadi trending topik saat itu, katanya. 

"Siapakah ulil amri kita? Karno atau Karto?"

Singkat cerita, Si bapak mulai cemas atas kedudukannya. Maka ia datangi ulama-ulama untuk mengukuhkan posisinya sebagai pemimpin. Dan, sebutlah segolongan (oknum) ulama kemudian berkumpul. Kemudian si bapak diberikan test yang sangat susah.

Apakah itu?

Ada dua test.

Pertama, si bapak ditanya, suka solat jumat? Kemudian si bapak membangun masjid di lingkungan istana. (Loh berarti sebelumnya?....)

Kedua, sibapak diminta "ulama" untuk baca alfathihah. Daaaannn.... eng ing eeng... bisa. Tadaaa.....~

Maka dari dua test super sulit itu, Si bapak diberikan gelar yang sangat kukuh :

"Waliyul amri fii dhurori syaukah....#&$@;£€]™¥¢......."

Ah, gatau apa tuh namanya. Absurd. Di buku fiqih manapun gapernah ada nama itu. Apalagi quran. Benar-benar test yang sangat ketat dan kredibel.

Maka oknum ulama tersebut memfatwakan bahwa Si bapak adalah pemimpin ummat islam yang sah. Dan divonislah status NII saat itu, yakni sebagai MAKAR! Hingga pada tahun 62 berakhirlah kisah tentang NII untuk selamanya, diakhiri dengan dieksekusi matinya pak Karto yang notabenenya adalah teman indekosnya si bung besar sendiri...

....

Ya, itulah kerjaan oknum ulama, seenak jidat bikin fatwa. Kalau ulama beneran saya yakin ga akan melakukan hal itu. Heran, mereka dibayar berapa sih mau melakukan tes sulit itu pada si bapak?

"Tapikan Ulama dalam melakukan sesuatu tu punya pertimbangan ini itu bla bla bla"..

Saya jawab 

"Yaa mangga weh. Why must i care?"


#SaveUlama

ChikYen...

Komentar