Tragedi 98, Bongkar! - Part #2 "Prabowo Sang Kontroversi"


– Prabowo Sang Kontroversi –

Judul diatas adalah judul buku yang dibuat oleh Eros Djarot terkait investigasi DeTaKFiles pada kasus Prabowo. Eros Djarot dikenal memiliki kedekatan personal dengan Haryanto Taslam (alm), salah satu korban penculikan 98 yang dibebaskan.

Untuk uraian istilah,
Sudah saya paparkan di tulisan sebelumnya dengan judul, "Tragedi 98, bongkar! - Mengenal Istilah." Maka tidak akan saya uraikan lagi istilah-istilah yang muncul di bawah nanti.

...

Kopasus,
Dalam struktur ABRI ia merupakan Kotama yang dibawahi oleh Pangab tapi dibina oleh KSAD. KSAD sendiri bertanggung jawab pada Pangab. Dan Pangab berada dibawah Pangti (panglima Tinggi / Presiden).

Jadi strukturnya jika dibaca dari bawah adalah sebagai berikut :
Kopasus -> KSAD -> Pangab -> Pangti.
Dengan catatan tak ada hak operasional pada struktur KSAD ke Kotama.

Dalam kasus penculikan 97-98,
Mulai dari pemilu 97, Sidang Umum MPR 98, hingga Sidang Istimewa MPR 98, telah terjadi sedikitnya penculikan terhadap 22 aktivis dari berbagai LSM. 9 orang dibebaskan dengan ancaman, 13 lainnya hilang tanpa jejak. Kedepannya nama-nama korban akan kita sebut dan kita lihat komposisi politiknya sejak dulu hingga hari ini.

Berbagai pertanyaan kemudian muncul. Kita ulang lagi pertanyaannya..

1. Siapakah yang menculik?

2. Siapa aktor intelektual penculikan?

3. Apa motif penculikan?

Dari temuan TGPF bentukan Wiranto, didapatlah 10 nama "oknum" Kopassus yang terlibat dalam penculikan.

1. Siapakah yang menculik?

Untuk menjawab pertanyaan nomor 1, sementara kita akan menjawab Kopassus. Atau lebih spesifik lagi ; "Tim Mawar".

Hal ini bisa diperdebatkan. Menurut penuturan korban yang berhasil lepas,
Mereka berkata, "dalam satu hari, setidaknya ada 10-15 orang yang mondar mandir sekitaran saya." Angka ini tentu tebak-tebakan, karena korban penculikan itu matanya ditutup. Tapi menurut dugaan para korban tersebut, oknum yang terlibat ada lebih dari 10 orang. Bisa jadi hal ini melibatkan satu instansi. Entah itu Kopasus, atau yang lainnya. Tapi Prabowo dengan jelas mengatakan di hadapan persidangan DKP, "saya bertanggungjawab atas kasus penculikan ini". Hal ini mengindikasikan bahwa memang anggota Kopasus yang melakukan penculikan.

Hanya saja pernyataan ini belum final, masih terlalu samar. Maka berkembanglah pertanyaan cabang,

2. Siapa dalangnya?

Di sini memang sangat spekulatif. Terlalu banyak teori konspirasi yang bisa ditawarkan.

TNI itu alur komandonya top-down.
Ketika bawahan bersalah, maka minimal dua tingkat atasannya akan kena seret juga. Ini merupakan bentuk tanggung jawab moral dan struktural. Maka ketika satuan Kopassus melakukan kesalahan, minimal yang harus dimintai pertanggungjawaban adalah sampai KSAD dan juga Pangab. Atau jika KSAD memang tidak memiliki wewenang struktural, maka pertanggungjawaban harus diusut sampai Pangti atau Presiden. Tidak ada alasan bagi atasan untuk mengelak dari kesalahan bawahan.

Baik KSAD maupun Pangab cenderung pasif, menghindar dari media, tidak mau terusik. Suharto sendiri, pasca lengser dari jabatan Presiden ia memilih diam seribu bahasa. KSAD berdalih bahwa KSAD tidak memiliki kewenangan operasional. Tugas KSAD hanya membina. Maka KSAD merasa ia tidak bisa dilibatkan. Pangab sendiri (Feisal Tanjung) menghindar dari kejaran pers sehingga tidak bisa dimintai keterangan sampai akhir hayatnya.

Dari Isyu yang bergulir, soal kebijakan operasional saat itu dikatakan wewenang atau inisiatif Danjen Kopassus secara penuh. Tidak ada pelibatan atasan dalam kasus tersebut. Sedangkan Kopassus sendiri mengklaim hanya akan bergerak ketika ada arahan dari atasan. Dan yang menguatkan pandangan ini yakni ketika DKP menyatakan terdapat BKO dalam kasus penculikan. Ada BKO, tapi pengusutan kasus hanya berhenti sampai Kopassus??? Apakah tidak janggal?
Lalu muncullah sebuah bahasa pembelaan yang lazim di kalangan militer, seperti yang diungkapkan Agum Gumelar, "ini adalah kesalahan prosedur. Terjadi kesalahan penafsiran dari perintah atasan oleh bawahan."

Kita akan ulas di tulisan selanjutnya terkait kejanggalan pada pengusutan kasus ini...

Karena berlarut-larut, komisi 1 DPR bersama sejumlah LSM membentuk KONTRAS, yang diketuai Munir Said Thalib, SH. Desakan demi desakan pengusutan kasus dilontarkan. DPR dan KONTRAS mendesak agar seluruh nama yang dimungkinkan untuk dibawa ke pengadilan agar dibawa ke Mahmil. Tapi respon Pangab, mereka justru hendak menyelesaikan kasus ini di level DKM dan DKP. Barulah setelah itu nama yang memungkinkan untuk dibawa akan dibawa ke Mahkamah Militer.

Munir menilai langkah ini terbalik. Seharusnya semua diproses dulu di Mahmil. Karena ketika diselesaikan di internal ABRI, ada potensi penutupan jejak demi melindungi kehormatan satu institusi ABRI jika ternyata kasus ini melibatkan banyak petinggi ABRI. Dan memang kenyataannya tidak ada anggota KSAD yang akan dibawa ke Mahmil untuk disidang. ABRI sendiri tentu ingin menjaga kewibawaannya. Dengan tercorengnya nama-nama petinggi ABRI, tentu ini akan merusak citra ABRI secara keseluruhan di mata masyarakat. Maka proses penyidikan dan peradilan dilakukan tertutup.

Bagaimanakah kelanjutan kasusnya? 

Sampai hari ini Mahkamah Militer tidak pernah digelar. Pengusutan kasus berhenti sampai DKP ABRI saja dan hal tersebut (sidang DKP) tidak dapat diakses oleh pers sama sekali. Publik tidak pernah tahu soal kepastian hukum atas kasus Prabowo. Hanya dapat membuat asumsi dari testimoni para hadirin dalam sidang DKP, termasuk dari keterangan para tertuduh dan saksi.

Memang hal ini masih jadi tanda tanya hingga hari ini. Dan selalu saja jadi bola liar. Kalau enggak sih, ga mungkin tiap pilpres kasus ini diblow-up oleh lawan politik Prabowo kan?

Dan juga upaya pengusutan kasus ini semakin runyam dengan terbunuhnya Munir. Mafianya ganas sekali. Sepertinya ada oknum yang berusaha sekuat tenaga agar kasus ini tidak pernah diusut sampai tuntas.

Maka kita harus paham juga motif penculikan.

3. Motif Penculikan

Kuat dugaan, bahwa rentetan kasus penculikan aktivis ini tak lepas dari kepentingan kekuasaan pemerintahan Suharto. Karena dari temuan yang ada, penculikan terjadi di saat momen-momen yang menentukan bagi langgengnya kekuasaan Orde Baru, yakni saat Pemilu 97 dan SU-MPR 98. Aktivis yang diculik rata-rata merupakan para aktivis pro demokrasi yang sangat keras melakukan kritik pada Pemerintahan Orde Baru. Secara kecenderungan politik, kebanyakan aktivis ini terafiliasi dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Oposisi Golkar di Parlemen. Sebagian besar dari PRD dan SMID.

Dalam sebuah alinea, saya membaca statement yang kurang lebih isinya begini,
"Kopasus menduga, PRD terafiliasi dengan paham Komunis". Bahkan Mayjen Purn Kivlan Zein berani mengatakan, "sebagian dari mereka diduga membawa bom, maka mereka diamankan".

Maka, sebagian analis menaruh kecurigaan bahwa otak besar dari semua ini adalah Suharto. Prabowo kita ketahui bahwa ia adalah menantu dari pak Presiden. Tentu ada kedekatan personal yang lebih dari sekadar hubungan antara atasan dan bawahan. Maka dari latar belakang ini, terdapat tiga teori utama yang dikembangkan menjadi opini-opini di masyarakat.

Pertama, Suharto melakukan instruksi struktural, yakni melalui Pangab KSAD lalu Kopassus.

Kedua, Suharto melakukan "potong kompas", langsung intervensi turun, memberikan titah pada sang menantu kesayangan, Prabowo Subianto, untuk melakukan aksi pembungkaman terhadap lawan politik. Sehingga atasan Prabowo memang tidak tahu menahu soal ini.

Ketiga, Suharto tidak terlibat sama sekali. Bahwasanya kasus ini merupakan upaya sabotase oknum ABRI untuk melakukan kudeta.

Ya, itulah teori yang berkembang. Dan memang sepertinya opini publik coba digiring ke poin nomor dua, bahwa ini memang konspirasi Prabowo dan Suharto untuk melanggengkan rezim.

Jadi...
Pendukung Prabowo, harus siap sedia selalu. Bahwa jagoannya pasti akan diserang terus perihal kasus ini. Terutama oleh PDI, oposisi Golkar di Orde Baru. (Walaupun yang bikin heran, mereka koalisi di 2009 dan di Jakarta 2012 😅😅).

Harap bagi yang mengikuti seri tulisan ini, agar fokus pada setiap paragraf. Supaya tidak terjadi gagal paham pada penuturan di tulisan-tulisan selanjutnya. Hal ini sangat penting untuk kita. Karena ini menyangkut masa lalu salah seorang kandidat favorit anda sekalian. Jangan sampai konstituen sekalian keliru dalam melakukan identifikasi karena minimnya informasi yang didapat, sehingga mudah sekali menjatuhkan judge berdasar Isyu yang sangat kencang beredar...

Bersambung...

By : Tejay Souza
11 Juni 2018

Komentar